Unilever adalah salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konsumen, seperti makanan, minuman, kebersihan, dan kecantikan. Unilever memiliki banyak merek produk yang dikenal oleh masyarakat Indonesia, seperti Pepsodent, Sunsilk, Royco, Bango, Rinso, Lifebuoy, dan lain-lain. Namun, belakangan ini Unilever menjadi sasaran boikot dari sebagian masyarakat yang menentang kebijakan perusahaan tersebut terkait isu-isu global, seperti Israel-Palestina dan LGBTQ.
Unilever dan Israel-Palestina
Salah satu alasan mengapa Unilever diboikot adalah karena dianggap mendukung Israel dan terlibat dalam penjajahan terhadap Palestina. Hal ini bermula dari keputusan Unilever untuk mengakuisisi perusahaan es krim Ben & Jerry’s pada tahun 2000. Ben & Jerry’s adalah perusahaan yang dikenal memiliki komitmen sosial dan lingkungan yang tinggi, termasuk mendukung hak-hak rakyat Palestina. Pada Juli 2021, Ben & Jerry’s mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan penjualan es krim mereka di wilayah pendudukan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Israel yang melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia.
Keputusan Ben & Jerry’s ini mendapat reaksi keras dari pemerintah Israel dan kelompok-kelompok pro-Israel di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat. Mereka menuduh Ben & Jerry’s melakukan diskriminasi dan antisemitisme, serta mengancam untuk mengambil tindakan hukum dan ekonomi terhadap Unilever. Unilever sendiri berusaha untuk menenangkan situasi dengan menyatakan bahwa mereka tetap berkomitmen untuk beroperasi di Israel dan menghormati keputusan independen dari Ben & Jerry’s. Namun, hal ini tidak cukup untuk meredam kemarahan dari pihak-pihak yang pro-Israel, maupun memuaskan pihak-pihak yang pro-Palestina.
Di Indonesia, gerakan boikot terhadap Unilever juga muncul sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina. Beberapa organisasi dan tokoh masyarakat mengajak masyarakat untuk tidak membeli produk-produk Unilever yang dianggap terafiliasi dengan Israel, seperti Pepsodent, Sunsilk, Royco, Bango, dan lain-lain. Mereka berpendapat bahwa dengan memboikot Unilever, mereka dapat memberikan tekanan ekonomi kepada perusahaan tersebut agar mengubah sikapnya dan mendukung hak-hak rakyat Palestina.
Unilever dan LGBTQ
Alasan lain mengapa Unilever diboikot adalah karena dianggap mendukung komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer, dan Interseks (LGBTQ). Hal ini bermula dari keputusan Unilever Global untuk mengubah logo perusahaan mereka dengan mengikuti identitas warna pelangi yang menjadi simbol kebanggaan komunitas LGBTQ. Unilever Global juga menyatakan bahwa mereka mendukung keberagaman dan inklusivitas, termasuk hak-hak komunitas LGBTQ di seluruh dunia.
Keputusan Unilever Global ini mendapat reaksi negatif dari sebagian masyarakat Indonesia yang tidak sepaham dengan nilai-nilai yang diusung oleh komunitas LGBTQ. Mereka menganggap bahwa Unilever telah melanggar norma-norma agama dan budaya yang berlaku di Indonesia, serta mengancam moralitas dan keluarga. Mereka pun memboikot produk-produk Unilever yang dianggap mendukung LGBTQ, seperti Dove, Rexona, Lux, dan lain-lain. Mereka juga meninggalkan komentar-komentar kekecewaan di media sosial milik Unilever Indonesia.
Unilever Indonesia sendiri berusaha untuk menanggapi situasi ini dengan menyatakan bahwa mereka menghormati dan memahami budaya, norma, dan nilai-nilai setempat. Mereka juga menegaskan bahwa mereka tidak pernah mempromosikan isu-isu LGBTQ di Indonesia, melainkan lebih fokus pada isu-isu inklusivitas lainnya, seperti pemberdayaan perempuan, akses untuk difabel, dan kesetaraan gender, agama, ras, dan golongan. Mereka berharap bahwa masyarakat dapat melihat komitmen sosial dan lingkungan yang telah dilakukan oleh Unilever Indonesia selama 86 tahun berada di Indonesia.
Dampak dan Alternatif Boikot
Boikot terhadap Unilever memiliki dampak yang beragam, baik bagi perusahaan itu sendiri, maupun bagi masyarakat yang terlibat dalam gerakan boikot. Bagi Unilever, boikot dapat menurunkan omset penjualan dan reputasi perusahaan di mata konsumen. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja keuangan dan operasional perusahaan, serta memicu krisis internal dan eksternal. Namun, boikot juga dapat menjadi peluang bagi Unilever untuk melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kebijakan dan praktik perusahaan, serta meningkatkan komunikasi dan keterbukaan dengan stakeholder.
Bagi masyarakat yang memboikot, boikot dapat menjadi cara untuk mengekspresikan sikap dan pendapat mereka terhadap isu-isu global yang mereka pedulikan. Boikot juga dapat menjadi bentuk partisipasi dan pengawasan sosial terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia, serta menuntut tanggung jawab dan transparansi dari mereka. Namun, boikot juga dapat memiliki efek samping yang tidak diinginkan, seperti merugikan pekerja-pekerja Unilever yang tidak bersalah, mengurangi pilihan produk berkualitas bagi konsumen, serta menimbulkan konflik dan polarisasi di masyarakat.
Oleh karena itu, boikot terhadap Unilever perlu dilakukan dengan bijak dan proporsional. Boikot tidak harus berarti menghentikan seluruh aktivitas konsumsi terhadap produk-produk Unilever, melainkan lebih kepada mengurangi frekuensi dan intensitas konsumsi tersebut. Boikot juga tidak harus berarti menutup diri dari informasi dan dialog terkait isu-isu global yang melibatkan Unilever, melainkan lebih kepada mencari dan menyebarkan informasi yang akurat dan objektif, serta terlibat dalam dialog yang konstruktif dan solutif. Boikot juga tidak harus berarti mengabaikan dampak dan alternatif dari boikot itu sendiri, melainkan lebih kepada mempertimbangkan dampak jangka pendek dan jangka panjang dari boikot tersebut, serta mencari dan mendukung alternatif produk yang lebih sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi.
Kesimpulan
Unilever adalah perusahaan multinasional yang memiliki banyak produk yang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun, Unilever juga menjadi sasaran boikot dari sebagian masyarakat yang menentang kebijakan perusahaan tersebut terkait isu-isu global, seperti Israel-Palestina dan LGBTQ. Boikot terhadap Unilever memiliki dampak yang beragam, baik bagi perusahaan itu sendiri, maupun bagi masyarakat yang terlibat dalam gerakan boikot. Oleh karena itu, boikot terhadap Unilever perlu dilakukan dengan bijak dan proporsional, dengan mempertimbangkan dampak dan alternatif dari boikot tersebut.
“Together We Support Palestine”
Melalui campaign “Together We Support Palestine” dari “Bahagiaberbagibersama.org,” kita memiliki kesempatan untuk berbuat sesuatu yang positif dan memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Dukungan ini adalah ungkapan nyata dari solidaritas dan harapan kita untuk masa depan yang lebih baik di Palestina.
Ayo, berpartisipasi dalam campaign ini dan bersama-sama kita mendukung Palestina! Klik di sini untuk berpartisipasi.
Kunjungi Juga Instagam bahagiaberbagibersama
Dengan bersatu, kita dapat membuat perbedaan yang signifikan dalam kehidupan warga Palestina yang membutuhkan bantuan kita. Mari bersama-sama mengirimkan pesan bahwa perdamaian dan keadilan adalah cita-cita bersama kita semua.
Baca Juga: